Pages

Jumat, 24 Oktober 2014

STKIP Sintang


RANGKA PERESMIAN IJIN PENYELENGGARAAN PENDIRIAN STKIP PERSADA KHATULISTIWA SINTANG

Gedung STKIP Persada Khatulistiwa Sintang
            Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia  Nomor 189/D/O/2006 tanggal 4 September 2006 melalui Dirjen Dikti tersebut kepada STKIP Persada Khatulistiwa Sintang merupakan pilihan yang sangat tepat, karena Sintang merupakan Kabupaten yang memiliki banyak Kabupaten Penyangga sperti Kabupaten Melawi, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sekadau dan Kabupaten Sanggau dan yang terlebih penting lagi Sintang dicanangkan sebagai ibu kota Provinsi Kalbar Timur atau yang disebut dengan Provinsi Kapuas.
            Secara geografis, Kabupaten Sintang berbatasan langsung dengan negara tetangga Sarawak Malaysia Timur yang memiliki lembaga pendidikan dan SDM yang cukup handal di kawasan Asia Tenggara. Adalah ironis apabila Kabupaten Sintang yang memiliki luas wilayah 21.638,20 km, 14 Kecamatan,170 Desa, dan 6 Kelurahan dengan jumlah penduduk 329.691 jiwa tidak memiliki LPTK yang dapat membentuk SDM yang berkualitas. Sementara disisi lain Pemerintah melalui kebijakannya bersama DPRRI yang terhormat, berupaya melakukan Pemerataan Memperoleh Pendidikan, Peningkatan Mutu Pendidikan, Peningkatan Relevansi Pendidikan, dan .................. Adalah tidak mungkin keempat kebijakan penting tersebut dapat tercapai apabila tidak memiliki lembaga LPTK sebagai wadahnya. Sementara wadah LPTK yang ada jauh di Ibu Kota Provinsi Kalimantan Barat Pontiuanak. Jarak Sintang - Pontianak kurang lebih 408 km atau kurang lebih jarak Bandung – Yogjakarta yang meliputi lima Provinsi (Provinsi Jabar, DKI Jaya, Banten, Jateng dan DI Yogjakarta). Bandung sebagai Ibu Kota Jawa Barat memiliki lebih dari 140 Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta, Yogjakarta sebagai DI memiliki lebih 120 Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta. Belum lagi PT di Banten, Di DKI Jakarta, dan PT di Jawa Tengah. Sementara itu di Kalbar umumnya dan di Sintang Khususnya Perguruan Tinggi yang ada masih bisa dihitung dengan telunjuk jari. Upaya pendirian STKIP oleh Yayasan Karya Bangsa yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa setara dengan Provinsi-Provinsi lainnya ditanah air cukup banyak mendapat kicauan dari berbagai pihak bak burung cicak rowo kelaparan. Bahkan ada yang memberikan sinyalemen “akan memberikan hadiah jika ijin penyelenggaraan pendirian STKIP Persada Khatulistiwa Sintang ini keluar”. Ada juga yang membuat postulat secara politis  menyebutkan bahwa “sampai kapanpun STKIP Persada Khatulistiwa Sintang tidak mendapat ijin penyelenggaraan”. Dengan keluarnya SK Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia  Nomor 189/D/O/2006 tanggal 4 September 2006 tersebut, berarti postulat itu tidak terbukti atau non signifikan, atau sang pembuat postulat itu kurang jeli membuat perhitungan. Kepada sang pencetus yang berucap akan memberikan hadiah kepada lembaga, jika Ijin Penyelenggaraan Pendirian STKIP Persada Khatulistiwa Sintang keluar, saya, putra daerah Sintang, anak kampung dari desa Sungai Pukat, cucu Panglima Perang Laut Belantau mewakili lembaga dengan senang hati akan menerimanya.
            Terlontarnya ungkapan kesediaan menerima hadiah ini, bukan berarti pihak lembaaga dan Yayasan materialistis, tetapi adalah bukti keseriusan pihak lembaga dan Yayasan ingin turut serta berpartisipasi mewujudkan LPTK yang dapat mencerdaskan kehidupan bangsa, khususnya ingin mencerdaskan SDM Sintang serta Kalimantan Barat umumnya.

            Investigasi sementara membuktikan bahwa dengan dibukanya STKIP Persada Khatulistiwa ini, sangat banyak masyarakat yang berasal dari daerah pedalaman Kabupaten Sintang dan sekitarnya yang selama ini tidak/belum tersentuh oleh pendidikan tinggi, dengan keberadaan STKIP Persada Khatulistiwa Sintang ini, ternyata banyak mereka yang masuk STKIP meski dengan biasa pas-pasan. Hal ini berarti bahwa kehadiran STKIP Persada Khatulistiwa Sintang merupakan penyelamat bagi mereka yang telah lama mendambakan pendidikan tinggi, sebagai wujud pemerataan memperoleh pendidikan. Menyelamatkan orang yang memerlukan bantuan berarti berbuat pahala dan membuka jalan yang lebar menuju Sorga. Orang yang paling berpahala disini adalah Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia melalui Dirjen Dikti. Ijin Penyelenggaraan Pendirian STKIP ini, tidak mungkin bisa keluar, tanpa persetujuan dan Rekomendasi dari berbagai pihak seperti; Rekomendasi Gubernur Kalimantan Barat, Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Dinas Pendidikan Kabupaten dan Provinsi Kalimantan Barat, dan yang amat mendukung pendirian STKIP ini adalah DPRRI  beserta seluruh jajarannya yang di Back Up oleh Mantan Menteri Kita Prof.DR Sony Keraph, Bapak Drs.Yacob Noa Weya, Anggota Dewan kita yang terhormat dan telah sangat berjasa akan pendirian STKIP ini adalah Bapak DR.Heri Ahmadi, DR.Wayan Koestor, Drs.Agus Clourus,M.Si, DR.Piet Herman Abik, Drs.Cyprianus Ooer, Dra.Maria Goreti, .....dll. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas jasa dan kebaikan Bapak-Bapak dan Ibu sekalian.



            Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia  Nomor 189/D /O/2006 tanggal 4 September 2006 tersebut memberikan Ijin Penyelenggaraan Pendirian ini,  adalah sangat tepat, sebab menurut catatan Dinas Pendidikan ............................. membuktikan bahwa dari sekian ............penduduk Sintang, Kapuas Hulu, Melawi, dan Sekadau baru....................yang telah mengenyam pendidikan tinggi. Dan yang lebih penting lagi adalah bahwa Kalbar masih memerlukan ....................Guru SD............ Guru Sejarah, Guru Biologi. .................guru PPKn...................Guru Ekonomi Koperasi.............. Guru Matematika ..............Guru Bahasa Indonesia............Guru Bahasa Inggris......

            Hadirin Sekalian
Kita mengetahui Pemerintah dan DPR telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Berbagai upaya itu, antara lain, adanya komitmen DPR dan pemerintah untuk mengamandemen UUD 1945 dan membuat UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Upaya DPR dan pemerintah itu juga dibuktikan lagi dengan mengesahkan UU Guru dan Dosen pada tanggal 6 Desember 2005. Dalam UU tersebut secara tegas dijelaskan bahwa guru dan dosen merupakan tenaga profesional.
Guru adalah tenaga profesional di tingkat pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Kualifikasi pendidikan guru di jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, minimal D-4 atau S-1. Dengan adanya aturan tersebut, konsekuensinya adalah guru-guru yang kualifikasi pendidikannya baru diploma harus segera menyesuaikan untuk memenuhi kualifikasi pendidikan D-4 atau S-1. Hal inilah yang paling urgensi mendorong serta memotivasi STKIP Persada Khatulistiwa Sintang merasa terpanggil ikut serta mensukseskan Undang-Undang Guru dan Dosen tersebut dengan membuka STKIP sebagai lembaga pendidikan yang berperan mencetak tenaga Guru Pendidikan Dasar dan Menengah di Kalimantan Barat.

Dalam UU No.20 Tahun 2003, Bab I Pasal 1 (ayat 1) dikatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara”.

Berlandaskan pernyataan di atas, berarti bahwa setiap proses  pendidikan dilakukan melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan  atau latihan. Selanjutnya dalam UU No. 20 Tahun 2003, Bab XI Pasal 39 (ayat 1) disebutkan bahwa : “Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan”. Selanjutnya dalam pasal 39 (ayat 2) dikatakan bahwa : “Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian keada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 1992, pasal 3 (ayat 2) disebutkan bahwa pendidik terdiri atas “pembimbing, pengajar, dan pelatih”.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan pokok pikiran diatas, dapat simpulkan bahwa keberadaan pengajar atau guru merupakan suatu keharusan dalam penyelenggaraan pendidikan. Hal ini mengimplikasikan bahwa perlu dilakukan pengadaan guru/tenaga pembimbing, yang dalam PP Nomor 38 Tahun 1992, pasal 1 (ayat 8) merupakan tugas dari LPTK, termasuk diantaranya STKIP. Keberadaan guru menurut Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN) Nomor : 0433/P/1993 dan Nomor 25 Tahun 1993 menyebutkan, terdiri atas beberapa jenis guru, yaitu “guru kelas, guru mata pelajaran, guru praktek dan guru pembimbing”.

Dalam kaitan ini, pemerintah sudah berupaya mengangkat guru khususnya guru ..... untuk Pendidikan Dasar (SD,SMP,M.Ts) maupun satuan Pendidikan Menengah (SMA,SMK,MA), Namun demikian formasi yang tersedia ternyata masih belum dapat dipenuhi, karena selama ini semua Lembaha Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang ada di Kalimantan Barat, belum mamapu memenuhi kebutuhan tenaga guru sesuai dengan Guru Mata Pelajaran yang diperlukan.

Dengan dibukanya STKIP Persada Khatulistiwa Sintang diharapkan  :
PERTAMA: STKIP Persaha Khatulistiwa Sintang mampu secara profesional memenuhi standar  nasional  tentang kualifikasi minimal guru Pendidikan Dasar dan Menengah. Dengan demikian, siswa-siswa Pendidikan Dasar dan Menengah dapat disetarakan dengan siswa di Provinsi  lainnya.

KEDUA : STKIP Persaha Khatulistiwa Sintang dapat meningkatkan kualitas guru SLTP dan SLTA yang ada di Kalimantan Barat, karena sebagian besar SLTP dan SLTA di Kalimantan Barat  tidak memiliki guru Mata Pelajaran yang diperlukan

KETIGA : STKIP Persaha Khatulistiwa Sintang akan berpartisipasi secara nasional untuk menampung lulusan SLTA di seluruh Indonesia yang berminat menjadi guru di SLTP dan SLTA dan bersedia mengikuti perkulihan di Sintang.

KEEMPAT : STKIP Persaha Khatulistiwa Sintang akan berperan memenuhi kebutuhan guru  SLTP dan SLTA secara nasional termasuk Kalimantan Barat sesuai dengan Program Studi yang ada.

Sebagai ilustrasi Pertama, : jika diperhatikan data terakhir dari Dinas Pendidikan Kalimantan Barat dan Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Tahun 2004-2005 ternyata bahwa dari  788 SLTP di Kalimantan Barat, dengan jumlah kelas 5.528, siswa  176.896 orang siswa hanya ada 434 orang guru sejarah SLTP baik yang berstatus sebagai pegawai negeri maupun bukan pegawai negeri, baik yang berlatar belakang pendidikan sejarah (layak mengajar) maupun yang bukan berlatar belakang pendidikan sejarah (tidak layak mengajar). Dengan perkataan lain, 1 (satu) orang guru sejarah rata-rata harus menghadapi 407,59 siswa atau 12,74 kelas. Jika dilihat dari sekolah per sekolah, bahkan diantara 1,82 SLTP hanya ada 1 orang guru sejarah. Kondisi ini tidak banyak berubah dari tahun 2005 hingga tahun 2006 ini, karena hanya bertambah 12 orang guru saja, sementara muridnya bertambah 3.072 orang. Bahkan ada kabupaten yang justru tidak memiliki guru yang berlatar belakang pendidikan sejarah sama sekali.

Sebagai ilustrasi Kedua, : jika diperhatikan data terakhir dari Dinas Pendidikan Kalimantan Barat dan Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Tahun 2004-2005 ternyata bahwa dari 432 SLTA di Kalimantan Barat, dengan jumlah kelas sebanyak 3.648 dan siswa 124.320 orang hanya ada 221 orang guru sejarah (baik yang berstatus pegawai negeri maupun yang bukan pegawai negeri. Dengan perkataan lain, 1 (satu) guru sejarah SLTA rata-rata menghadapi 16,51 kelas atau siswa sebanyak 562,53 orang. Jika dilihat sekolah per sekolah, bahkan diantara 1,95 SLTA hanya ada 1 orang guru sejarah. Kondisi ini tidak banyak berubah dari tahun 2005 hingga tahun 2006 ini karena hanya bertambah 12 orang guru, sementara muridnya bertambah rata-rata 2.940. Bahkan ada kabupaten yang tidak memiliki guru sejarah berlatar belakang sejarah sama sekali.

Dipihak lain, seorang guru sejarah sebenarnya hanya mempunyai kewajiban mengajar 18 jam/minggu atau setara dengan 9 (sembilan) kelas (karena setiap kelas di SLTP-SLTA dialokasikan pelajaran sejarah sebanyak 2 jam/minggu). Sementara itu kalau dianalogikan dengan kewajiban membimbing bagi guru Bimbingan dan Konseling (BK), yang ditetapkan sebanyak 150 orang siswa per guru pembimbing. Maka beban guru sejarah SLTP sebanyak 407,59 orang sudah mendekati 3 kali lebih besar dari ratio ideal untuk membimbing para siswanya.

Dengan asumsi bahwa 1 (satu) orang guru sejarah di SLTP-SLTA harus mengajar sebanyak 18 jam/minggu maka dapat dihitung kebutuhan guru sejarah SLTP-SLTA di Kalimantan Barat tahun 2004-2005 adalah  :

{(5.528 kelas x 2 jam) : 18 jam } = 614,22 atau 615 orang untuk SLTP
{(3.648 kelas  x 2 jam) : 18 jam wajib} = 405,33 atau 406 untuk SLTA

Kemudian jika kebutuhan guru sejarah ini dikurangi dengan jumlah guru sejarah yang sudah ada, maka sampai dengan tahun 2004-2005 terjadi kekurangan guru sejarah seperti berikut :


615 orang – 434 orang guru yang sudah ada = 181 orang untuk SLTP
406 orang – 221 orang guru yang sudah ada = 185 orang untuk SLTA

Jika diasumsikan bahwa di setiap sekolah harus mempunyai 1 (satu) orang guru sejarah, maka kekurangan guru sejarah ini membengkak. Untuk guru SLTP 788 orang atau 788 – 434 = 354 orang guru sejarah. Kemudian, apabila diprhitungkan proyeksi ke depan dengan tetap masih bertambahnya anak usia SLTP maka jumlah kekurangan guru sejarah ini akan semakin besar, mengingat pertumbuhan penduduk di Kalimantan Barat masih relatif tinggi , yaitu sebesar 2,55%*) (Sensus penduduk 2000), baik karena masih tingginya tingkat kelahiran (TFR Kalbar hasil SUSPAS 1995 sebesar 3,35%) maupun karena relatif besarnya penempatan transmigrasi (pada tahun 1996 sebanyak 6.516 KK atau 26.236 jiwa).
Kondisi ini jelas menunjukkan bahwa STKIP Persaha Khatulistiwa Sintang selain harus memenuhi kebutuhan guru bagi siswa yang suda ada sekarang ini, juga masih harus memenuhi kebutuhan guru.
Berdasarkan uraian diatas, maka jelaslah bahwa pembukaan STKIP Persaha Khatulistiwa Sintang merupakan kesempatan yang sangat tepat dan sangat signifikan. Dalam kaitan ini, STKIP Persaha Khatulistiwa Sintang akan berupaya semaksimal mungkin sesuai dengan daya dan upaya yang ada agar dapat menghasilkan guru pendidikan Dasar dan Menengah yang diperlukan.

Manfaat
Dengan adanya STKIP Persada Khatulistiwa Sintang akan diperoleh manfaat, memenuhi kebutuhan tenaga guru dalam menunjang pemerataan dan peningkatan mutu Pendidikan Dasar dan Menengah. Disamping itu, secara makro bermanfaat pula dalam upaya pengembangan sumber daya manusia di Negara Indonesia tercinta ini.

Berdasarkan data Dinas Pendidikan Kalimantan Barat pada tahun 2004-2005 tercatat Sekolah Dasar sebanyak 3.921 buah, terdiri dari 25.867 ruang kelas, 579,885 siswa.  SLTP sebanyak 788 buah   guru sejarah 434 orang.  SLTA sebanyak  432 buah guru sejarah 221. Perkembangan jumlah sekolah SD, SMP,M.Ts, SMA, SMK dan M.Ts, siswa dan guru sejarah pada tahun 2004-2014 di Kalimantan Barat dapat diproyeksikan bahwa jika satu orang guru sejarah di SLTP harus mengajar sebanyak 18 jam/minggu, maka dapat dihitung kebutuhan guru sejarah di SLTP Kalimantan Barat tahun 2013 - 2014 adalah seperti berikut :

     (6.272 x 2 jam) : 18 jam wajib = 696,88 atau 697/orang guru

Guru sejarah SLTP yang tersedia diproyeksikan pada tahu 2013 - 2014 adalah 542 orang. Dengan demikian masih dibutuhkan guru sejarah sebanyak 155 orang, diperkirakan pada tahun 2013 - 2014 STKIP-PGRI Pontianak akan meluluskan 40 orang guru sejarah SLTP dan masih kekurangan guru sejarah SLTP sebanyak 115 orang guru sejarah.

Dengan asumsi bahwa satu orang guru sejarah di SLTA harus mengajar sebanyak 18 jam/minggu, maka dapat dihitung kebutuhan real guru sejarah di SLTA Kalimantan Barat tahun 2013 - 2014 sebagai berikut :

     (4.416 x 2 jam) : 18 jam wajib = 490 /orang guru

Guru sejarah SLTA yang tersedia diproyeksikan pada tahun 2013 - 2014 adalah 329 orang. Dengan demikian masih dibutuhkan guru sejarah sebanyak 161  orang guru sejarah SLTA di Kalimantan Barat
Jika STKIP Persada Khatulistiwa Sintang membuka program S-1 Sejarah pada tahun pelajaran 2005-2006 dengan jumlah 40 calon mahasiswa akan meluluskan 40 orang guru sejarah SLTA dan masih kekurangan guru sejarah SLTA sebanyak 121 orang guru sejarah.


Masukkan Calon Mahasiswa
Sebagai masukkan calon mahasiswa S-1 ................. ini akan berasal dari lulusan SLTA yang ada di daerah Kalimantan Barat. Sebagai gambaran, jumlah SLTA di Kalimantan Barat mencapai 432 unit SMA, SMK, dan dengan jumlah murid pada tahun 2005 sebanyak 124.320 orang. Dengan jumlah murid kelas III sebanyak 31.080 orang.
Jika diasumsikan dari seluruh murid kelas III tersebut lulus 97,5% maka akan ada lulusan sebanyak 30.303 orang. Sementara itu jika lulusan tersebut terdapat 50% yang melanjutkan studinya berarti akan ada 15.151 orang calon mahasiswa.
Hasil investigasi PTN (Universitas Tanjungpura) dalam beberapa tahun terakhir ini hanya mampu menampung ± 2.500 mahasiswa per tahun, sehingga masih ada 12.651 calon mahasiswa yang mungkin tidak tertampung di PTN yang akan masuk ke PTS. Dalam kaitan ini, masukkan calon mahasiswa untuk STKIP Persada Khatulistiwa tiga tahun terakhir (2004-2005 dan 2005-2006, 2006-2007) mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Kalau tiga tahun sebelumnya berkisar hanya 300-700 orang, maka pada tahun 2004-2005 mencapai 1178 orang pendaftar maka tahun 2005-2006 lalu meningkat tajam mencapai sekitar  1.568, sementara tahun 2006-2007 mencapai 2978 pendaftar.
Minat untuk menjadi guru, khususnya guru SLTP dan SLTA juga cukup tinggi. Pada tahun 2003-2004 FKIP Untan hanya menerima 120 orang calon diminati oleh pendaftar sebanyak 1.602 orang. STAIN (IAIN) Pontianak yang mendidik D-II guru agama islam, yang pada tahun 2003-2004 hanya menerima 160 orang diminati oleh pendaftar sebanyak 897 orang. Hal ini membuktikan bahwa minat menjadi guru di Kalimantan Barat sangat tinggi. Disamping itu mungkin ungkapan pejabat Kepala Dinas Pendidikan Kalimanatan Barat  yang menyebutkan bahwa : “Kalimantan Barat sangat kekurangan guru sejarah, guru sejarah yang ada lebih banyak digeluti oleh guru mata pelajaran lain yang ditugaskan untuk mengajar sejarah”. Berdasarkan kenyataan diatas, maka calon mahasiswa potensial yang akan direkrut tidak akan mengalami permasalahan.


Keadaan Tenaga Pengajar dan Staf Administrasi
Untuk menunjang pelaksanaan S-1 Pendidikan Sejarah STKIP Persaha Khatulistiwa Sintang, telah tersedia 6 (enam) orang dosen tetap yang berlatar belakang pendidikan sejarah. Dengan asumsi bahwa  setiap dosen maksimal mengasuh 3 mata kuliah, maka untuk mata kuliah bidang studi (MKBS) sudah dapat tertangani sebanyak 50 sks atau 83,33% dari seluruh MKBS (seperti tedrlihat dalam tabel 7).

Sementara itu, beberapa mata kuliah MKBS lainnya, akan ditangani secara bersama oleh dosen tetap yang tersedia dan dosen tidak tetap yang berlatar belakang pendidikan yang relevan, yaitu sebanyak 20 orang. (tabel 8).

Dengan memperhatikan tabel 7 dan 8 di atas berarti bahwa secara substansial semua mata kuliah pokok program studi sejarah akan tertangani secara profesional. Dengan perkataan lain bahwa pelaksaan proses belajar mengajar dapat berjalan dan memenuhi standar  keilmuan yang ditetapkan
Untuk mata kuliah umum MKU dan mata kuliah dasar kependidikan MKDK yang akan didayagunakan pula dosen tetap dan tidak tetap yang berlatar belakang pendidikan yang relevan dengan program studi pendidikan sejarah maupun yang berlatar belakang keilmuan dibidang pendidikan pada umumnya. Beberapa tenaga pengajar bidang yang dapat menangani MKU dan MKDK ini antara lain adalah seperti terlihat dalam Tabel 11 berikut ini :
Disamping tenaga pengajar, staf akademik dan staf administrasi untuk menunjang program S-1 pendidikan sejarah di lingkungan STKIP-PGRI Pontianak juga tersedia sebanyak 6 (empat) orang, sedangkan untuk lingkungan STKIP-PGRI Pontianak secara keseluruhan tersedia sebanyak 65 (enam puluh lima) orang. Yang terdiri dari 6 orang pustakawan, 20 orang tenaga administrasi umum/akademik, 2 orang petugas komputer, dan 7 orang tenaga kebersihan/keamanan dan lainnya.

Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang tersedia dilingkungan STKIP-PGRI Pontianak dan Program S1 Pendidikan Sejarah khususnya adalah :
1.    Gedung kuliah sebanyak 30 ruangan, yang rata-rata dapat menampung mahasiswa antara 50-80 orang.
2.    Gedung serbaguna yang dapat difungsikan sebagai penunjang kegiatan pratikum dan sebagainya 3 ruangan
3.    Lahan seluas ± 4,5 hektare, yang dapat dipergunakan untuk keperluan olah raga, maupun untuk pengembangan sarana lain (sertifikat terlampir).
4.    Pengembangan sarana dan lab sejarah (denah terlampir)
5.    Kerjasama penggunaan fasilitas dari balai kajian sejarah provinsi Kalimantan Barat (surat rekomendasi terlampir)

Selain itu, sarana bukan milik sendiri tetapi ada di kota Pontianak dimungkinkan pula untuk digunakan dengan cara pinjam/sewa bagi kegiatan-kegiatan pratikum dan sebagainya.

Pembiayaan.
Sebagai Perguruan Tinggi Swasta (PTS) maka pembiayaan penyelenggaraan program S-1 Pendidikan Sejarah ini akan diusahakan melalui usaha sendiri, baik melalaui Yayasan penyelenggara (YPLP-PT PGRI Pontianak), dana masyarakat (SPP dan sumbangan lain dari mahasiswa/orangtua mahasiswa), sumbangan alumni serta bantuan dari pihak lain yang tidak mengikat (misalnya : berasal dari bantuan pemerintah daerah Tk I Kalbar).
Berdasarkan pengalaman selama ini, sumber dana yang ada tersebut telah mampu memenuhi kebutuhan yang wajar dalam penyelenggaraan pendidikan di lingkungan STKIP-PGRI Pontianak. Apalagi sejak lama, STKIP-PGRI Pontianak telah mampu menyediakan dana abadi yang didepositokan disalah satu Bank milik Pemerintah. Selain itu terdapat pula simpanan dalam bentuk lain, seperti tabungan, giro dan lain sebagainya (cash flow 5 tahun ke depan terlampir).

Kesimpulan
1.    Analisis Akademis
Berdasarkan paparan diatas, maka pembukaan Program Studi S-1 Pendidikan Sejarah di Provinsi Kalimantan Barat dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan guru dan meningkatkan kualitas tenaga pengajar, meningkatkan mutu pendidikan sejarah dan upaya menumbuh-kembangkan bakat, Pendidikan Sejarah di SLTP-SLTA  pada umumnya.
Dari segi akademis tenaga pengajar yaitu dosen tetap maupun dosen luar biasa, dilihat dari jenjang pendidikan dan keahlian dibidang disiplin ilmunya, pengalaman mengajar dan jabatan fungsional yang dimiliki cukup tersedia dan berkualifikasi sebagaimana diharapkan.
Kurikulum utuh yang disusun sesuai dengan ketentuan terdiri dari kurikulum inti dan kurikulum institusional mengacu pada SK Mendikbud No. 0217/U/1995 tanggal  25 Juli 1995 tentang kurikulum yang berlaku secara nasional. Sedangkan kurikulum institusional disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi daerah Kalimantan Barat. Penentuan proporsi jumlah SKS kurikulum inti dan kurikulum institusional mengacu pada SK Mendiknas No.232/U/2000 tanggal 20 desember 2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar.
2.    Analisis Administrasi
Dalam rangka memberikan pelayanan administrasi, baik administrasi akademik, administrasi umum, maupun kemahasiswaan, tersedia cukup tenaga yang memadai. Tenaga administrasi yang ada di STKIP-PGRI Pontianak berjumlah 56orang (lima puluh tiga orang), yang terdiri dari 6 orang pustakawan, 21 orang tenaga administrasi umum/akademik, 5 orang petugas komputer, dan 4 orang tenaga kebersihan/keamanan dan lainnya. Dengan demikian, penyelenggaraan proses belajar mengajar akan dapat berjalan dengan lancar karena didukung oleh pelayanan administrasi yang cukup memadai.

3.    Analisis Kepentingan Masyarakat dan Perkembangan
Berdasarkan proyeksi jumlah guru Sejarah yang tersedia dan jumlah guru Sejarah yang dibutuhkan, maka pembukaan program S-1 Sejarah oleh STKIP-PGRI pontianak adalah merupakan jawaban atas kebutuhan masyarakat dan pembangunan, khususnya dibidang Pendidikan Sejarah yang langka gurunya di Kalimantan Barat.
Lulusan program S-1 Pendidikan Sejarah disamping dapat meminimalkan kekurangan guru sejarah yang sangat dirasakan sekali di Provinsi Kalimantan Barat, juga dapat dijadikan sebagai ujung tombak dalam upaya mendorong dan meningkatkan pembangunan di bidang pengkajian nilai-nilai sejarah serta latar belakang budaya Kalbar yang beragam yang dirasakan masih jauh ketinggalan dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia.


STKIP SINTANG
Berdiri di kampus seluas 2,5 hektar, gedung dua lantai ini terdiri dari 32 ruang, 22 ruang di antaranya untuk ruang kuliah. Kampus ini terletak di Jl M.T. Haryono KM 4, Sintang. Sekolah ini boleh dibilang baru seumur jagung. Izin penyelenggaraan tiga Program Studi dan pendirian STKIP diperoleh 4 September 2006, dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor: 189/D/O/2006. Program Studi yang diizinkan untuk diselenggarakan adalah Pendidikan Biologi jenjang program Sarjana (S1), Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia jenjang program S1, dan Pendidikan Ekonomi dan Koperasi jenjang program S1.

Tidak sampai satu tahun, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi memberikan izin untuk penyelenggaraan Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Bahkan, tidak sampai tiga tahun, pengelola Perguruan Tinggi ini, yakni Yayasan Badan Pendidikan Karya Bangsa telah menyelesaikan pembangunan kampus tahap pertama. Pembangunan ini menelan biaya tidak kurang dari tiga milyar rupiah.

“Ini membuktikan yayasan serius membantu memajukan dunia pendidikan, khususnya untuk menyiapkan tenaga pendidikan di Kalbar,” demikian Conelis.

Cornelis hadir bersama istri Frederika Cornelis, dan 13 pejabat teras Pemerintah Provinsi Kalbar. Dari Ibu Kota Provinsi Kalbar, Pontianak, Kota Sintang untuk saat ini hanya dapat ditempuh dengan jalan darat sepanjang 400 km.

Di hadapan lebih dari 1.500 mahasiswa yang hadir, Cornelis menyatakan akan membantu Rp 25 juta untuk acara ini. Ia juga menantang mahasiswa, “Siapa yang siap ditempatkan di pelosok? Saya akan biayai!”

Kurang guru
Di samping itu, Cornelis menyampaikan komitmennya memperhatikan alokasi anggaran untuk bidang pendidikan dalam APBD, juga bantuan untuk STKIP-PK. “Kami masih memerlukan tenaga guru,” tandasnya.

Berdasarkan BPS Kalbar, pada Tahun Ajaran 2006/2007 ada peningkatan jumlah SD maupun SMP dari tahun sebelumnya. Jumlah murid SD bertambah 6,44 persen, SMP bertambah 9,13 persen. Sebaliknya, jumlah guru baik SD maupun SMP mengalami penurunan. Dari sisi komposisi penduduk yang bekerja, 82 persen adalah lulusan SMP ke bawah.

“Untuk saat ini, Kabupaten Sintang saja kekurangan 1.500-an guru. Dan, tiga tahun ke depan, ribuan guru di Kalbar akan pensiun. Ini belum soal pemerataan guru. Di pelosok, ada SD yang hanya diasuh oleh dua guru. Belum lagi soal kompetensi. Ribuan guru adalah lulusan SMA. Sementara banyak orang datang menjadi pegawai negeri, tetapi kemudian minta pindah,” jelas Kasubdin Pendidikan Dasar Sintang Drs Y.A.T. Lukman Riberu, MSi.

Lukman, yang juga Ketua Badan Pendidikan Karya Bangsa, menjelaskan, ribuan guru yang akan pensiun pada tiga tahun ke depan adalah para guru yang didatangkan dari Nusa Tenggara Timur (NTT) tahun 1976. Waktu itu, Pemprov Kalbar mendatangkan sekitar 4.000 guru dari NTT.

Karena alasan-alasan di atas, Lukman terdorong mendirikan pendidikan tinggi untuk keguruan. Apalagi, di provinsi dengan jumlah penduduk sekitar 5 juta jiwa dan luas wilayah 146.807 km persegi, atau 1,13 kali luas Pulau Jawa ini hanya ada dua Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan pendidikan keguruan. Keduanya berada di Pontianak, yakni Fakultas Keguruan Universitas Tanjungpura dan STKIP PGRI.

Kiprah awam
Selain Lukman, tokoh penting lain dalam pendirian STKIP-PK adalah Drs Rafael Suban Beding, MSi. Lukman adalah lulusan Jurusan Bahasa Inggris IKIP Sanata Dharma. Tahun 1981, ia menjadi guru di SMA Panca Setia Keuskupan Sintang. Tahun 1984, ia diangkat menjadi pegawai negeri. Selain menjadi guru dan Wakil Kepala SMA Negeri 2 Sintang, ia pernah menjadi anggota DPRD-II Sintang.

Tahun 1984, Lukman memprakarsai pendirian Yayasan Nusantara Indah. “Kami mendapat dukungan dari Uskup Sintang Mgr Isak Doera. Waktu itu, keuskupan mengelola Sekolah Panca Setia. Kami berpikir, perlu juga kiprah kaum awam di dunia pendidikan. Kami mulai membuka SMP dan SMA Nusantara Indah, tahun 1985. Awalnya, proses belajar mengajar berlangsung di dua ruangan ruko. Pagi untuk SMP, sore untuk SMA.”

Kini, Nusantara Indah termasuk jajaran sekolah favorit di Sintang. Jumlah siswa SMA Nusantara Indah saat ini 700-an. Nusantara Indah adalah satu-satunya di Sintang yang mempunyai drumband. Sekolah ini selalu membebaskan SPP untuk tiga siswa terbaik di kelasnya.

Sedangkan Rafael, Bendahara Badan Pendidikan Karya Bangsa, ketika datang ke Sintang tahun 1977, adalah lulusan SPG dan menjadi guru SD Panca Setia di Sintang. Sambil mengajar, ia berhasil menamatkan studi S-1 di bidang matematika. “Kemudian, saya banyak mengajar di SMP dan SMA Nusantara Indah.” Awal tahun ini, ia menyelesaikan studi S-2 di bidang sosiologi dari Universitas Tanjungpura Pontianak.

STKIP-PK dan Sekolah Nusantara Indah sebenarnya lahir dari rahim yang sama. Sebelum membangun kampus, mahasiswa STKIP-PK mengikuti perkuliahan di Sekolah Nusantara Indah, pada siang hingga malam hari.

“Mendapat izin pendirian STKIP-PK ini sulit sekali. Kami harus bolak-balik ke Jakarta. Dengan dukungan dalam berbagai bentuk dari banyak orang, akhirnya kami mendapatkan izin. Mereka adalah Anggota DPD-RI Maria Goreti dan Dr Piet Herman Abik, juga anggota DPR-RI Agus Klarus dan Cypri Aur. Juga A. Sony Keraf dan pakar pendidikan J. Riberu. Pembangunan kampus ini pun tidak mudah. Kami kekurangan dana, sebelum akhirnya kami mendapatkan pinjaman dari sebuah bank,” cerita Lukman.

Tercatat 1.873 mahasiswa di STKIP-Sintang saat ini. Dengan diresmikannya Kampus STKIP-PK, mereka boleh berbangga. Setidaknya, lembaga ini telah memenuhi satu lagi persyaratan sebagai Perguruan Tinggi. “Secara yuridis, sebuah Perguruan Tinggi harus memiliki kampus. Patut kami syukuri, STKIP-PK telah mempunyai kampus representatif,” demikian Ketua STKIP-PK Prof Dr Hamid Darmadi, MPd.

STKIP-PK juga telah mengirim 19 dosennya untuk studi lanjut di Universitas Tanjungpura Pontianak, Universitas Negeri Jakarta, UPI Bandung, dan Universitas Negeri Yogyakarta. Selanjutnya, STKIP-PK akan mengajukan izin untuk program S-1 PGSD.

Peresmian kampus baru ini tentunya membawa kegembiraan. Gubernur telah mengeluarkan pernyataan dukungannya. Sekjen Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Rayon XI menyatakan, pihaknya akan memberikan beasiswa bagi mahasiswa yang berprestasi. Mgr Agus telah memberkati. Bupati Sintang menyambut baik komitmen Yayasan Badan Pendidikan Karya Bangsa untuk membantu pemerintah mengatasi kekurangan guru. Tidak kalah penting adalah doa ang telah dipanjatkan bersama yang dipimpin Pdt Kedeng Johor, Ustad Ilhamdi, dan Pastor Matias Sala Pr.

Sumber di kutip dari hidupkatolik.com dan  blog hamiddarmadi


Pengaruh Bahasa Daerah Terhadap Bahasa Indonesia yang baik dan benar


PENGARUH BAHASA DAERAH TERHADAP
BAHASA INDONESIA

I. PENDAHULUAN
Bahasa merupakan media untuk menyampaikan pesan atau informasi dari
satu individu kepada individu lain atau lebih, baik itu secara lisan maupun tulisan.
Kita sebagai masyarakat bangsa Indonesia sangat beruntung memiliki bahasa
Indonesia, walaupun sebenarnya bahasa Indonesia berakar dari bahasa Melayu
Riau (Silver, 2012:1). Bahasa Indonesia menunjukkan identitas bangsa Indonesia
dan tidak juga sebagai bahasa persatuan, tetapi juga berkembang sebagai bahasa
negara, bahasa resmi, dan bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi
(Wikipedia.com). 
Disamping memiliki bahasa Indonesia, Negara Indonesia juga memiliki
beragam bahasa. Akan tetapi dengan bahasa Indonesia pula, bangsa ini dapat
menunjukkan jati dirinya dimata dunia dan bukan mustahil di hari esok bahasa
Indonesia akan menjadi bahasa peradaban dunia. Namun melihat paradigma yang
ada saat ini, rasanya sangat sulit untuk mewujudkan hal itu. Karena kian
berkembang pesatnya kemajuan bahasa Indonesia pasca merdekanya Negara
Indonesia dari cengkraman penjajah, tetap menyisakan serangkai pertanyaan
apakah setiap bangsa Indonesia sudah bangga berbahasa Indonesia, apakah setiap
bangsa Indonesia sudah mencintai dan menghormati bahasa Indonesia, kemudian
adakah pemakai bahasa Indonesia sudah mematuhi kaidah-kaidah bahasa
Indonesia yang benar (Silver, 2012:2).
Seperti yang kita ketahui, banyak sekali bahasa daerah digunakan sebagai
bahasa berkomunikasi setiap harinya di masyarakat setempat. Hal ini dikarenakan
tidak semua masyarakat memahami penggunaan bahasa Indonesia yang baku.
Selain itu masyarakat merasa canggung menggunakan bahasa Indonesia yang
baku di luar acara formal atau resmi. Oleh karena itu, masyarakat lebih cenderung
menggunakan bahasa Indonesia yang telah terafiliasi oleh bahasa daerah, baik
secara pengucapan maupun arti bahasa tersebut, terutama dalam kegiatan bisnis
kecil-kecilan (Dwiajisapto,2010:1).
Kebiasaan penggunaan bahasa daerah ini sedikit banyak akan berpengaruh
terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang merupakan bahasa resmi negara
Indonesia. Akan tetapi masih banyak masyarakat Indonesia yang masih
mencampuradukkan bahasa Indonesia dengan bahasa daerah dalam kegiatan
bisnisnya, sehingga menghambat kemajuan bisnis dikarenakan kurang tepat dalam
berkomunikasi disaat transaksi.
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diambil beberapa rumusan
masalah mengenai penggunaan bahasa di bidang bisnis yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana  hubungan bahasa daerah dengan bahasa Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia di dunia bisnis?
3. Bagaimana cara menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah dengan
baik dan benar serta bermanfaat dalam kegiatan bisnis?
Berdasarkan pada rumusan masalah yang di ambil maka dapat di rumuskan
tujuan penulisan  yaitu:
1. Untuk mengetahui hubungan antara bahasa daerah dengan bahasa Indonesia
2. Untuk memahami pengaruh bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia di
dunia bisnis.
3. Untuk memahami cara-cara menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa
daerah dengan baik dan benar serta bermanfaat dalam kegiatan bisnis.                 
II. PEMBAHASAN
2.1  Hubungan Bahasa Daerah Terhadap Bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa
persatuan bangsa Indonesia, yang mana penggunaannya diresmikan setelah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Sebagian besar warga Indonesia
menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa
ibu. Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari
(kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau
bahasa ibunya (Wikipedia.com). Meskipun demikian, Bahasa Indonesia
digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat
lunak, surat-menyurat resmi, di bidang bisnis dan berbagai forum publik lainnya,
sehingga dapatlah dikatakan bahwa Bahasa Indonesia digunakan oleh semua
warga Indonesia (Wawan,2012:1).
Bahasa daerah adalah suatu bahasa yang dituturkan di suatu wilayah dalam
sebuah negara kebangsaan, apakah itu pada suatu daerah kecil, negara bagian
federal atau provinsi, atau daerah yang lebih luas (Wikipedia.com). Indonesia
merupakan negara kesatuan yang terdiri dari beragam suku, budaya, dan bahasa.
Selain bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa daerah merupakan
khasanah kekayaan yang sangat penting untuk di jaga dan dilestarikan agar
terhindar dari jamahan asing yang mampu menghapus jejak budaya kita (Ahira,
2011). Bahasa daerah merupakan bahasa pendukung bahasa Indonesia yang
keberadaannya diakui oleh Negara (Wawan,2012:1).
Hubungan bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia sangatlah erat
dikarenakan Bahasa daerah merupakan bahasa pendukung bahasa Indonesia yang
keberadaannya diakui oleh Negara. UUD 1945 pada pasal 32 ayat (2) menegaskan
bahwa “Negara menghormati dan memilihara bahasa daerah sebagai kekayaan
budaya nasional.” dan juga sesuai dengan perumusan Kongres Bahasa Indonesia
II tahun 1954 di Medan, bahwa bahasa daerah sebagai pendukung bahasa nasional
merupakan sumber pembinaan bahasa Indonesia. Sumbangan bahasa daerah
kepada bahasa Indonesia, antara lain, bidang fonologi, morfologi, sintaksis,
semantik, dan kosa kata. Demikian juga sebaliknya, bahasa Indonesia
mempengaruhi perkembangan bahasa daerah. Hubungan timbal balik antara
bahasa Indonesia dan bahasa daerah saling melengkapi dalam perkembangannya
(Wawan,2012:2). 
2.2  Pengaruh Bahasa Daerah terhadap Bahasa Indonesia di Dunia Bisnis.
Keanekaragaman budaya dan bahasa daerah mempunyai peranan dan
pengaruh terhadap bahasa yang akan diperoleh seseorang pada tahapan
berikutnya, khususnya bahasa formal atau resmi yaitu bahasa Indonesia. Sebagai
contoh, seorang anak memiliki ibu yang berasal dari daerah Sekayu sedangkan
ayahnya berasal dari daerah Pagaralam dan keluarga ini hidup di lingkungan
orang Palembang. Dalam mengucapkan sebuah kata misalnya “mengapa”, sang
ibu yang berasal dari Sekayu mengucapkannya ngape (e dibaca kuat) sedangkan
bapaknya yang dari Pagaralam mengucapkannya ngape (e dibaca lemah) dan di
lingkungannya kata “megapa” diucapkan ngapo. Ketika sang anak mulai
bersekolah, ia mendapat seorang teman yang berasal dari Jawa dan mengucapkan
“mengapa” dengan ngopo. Hal ini dapat menimbulkan kebinggungan bagi sang
anak untuk memilih ucapan apa yang akan digunakan (Dwiajisapto,2010:2).
Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa keanekaragaman budaya dan
bahasa daerah merupakan keunikan tersendiri bangsa Indonesia dan merupakan
kekayaan yang harus dilestarikan. Dengan keanekaragaman ini akan mencirikan
Indonesia sebagai negara yang kaya akan kebudayaannya. Berbedannya bahasa di
tiap-tiap daerah menandakan identitas dan ciri khas masing-masing daerah
(Dwiajisapto,2010:2).
Masyarakat yang merantau ke ibukota Jakarta mungkin lebih senang
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa daerah dengan orang berasal dari
daerah yang sama, salah satunya dikarenakan agar menambah keakraban diantara
mereka. Tidak jarang pula orang mempelajari sedikit atau hanya bisa-bisaan untuk
berbahasa daerah yang tidak dikuasainya agar terjadi suasana yang lebih akrab.
Beberapa kata dari bahasa daerah juga diserap menjadi Bahasa Indonesia yang
baku, antara lain kata nyeri (Sunda) dan kiat (Minangkabau)
(Dwiajisapto,2010:3). 
Beberapa pengaruh atau dampak penggunaan bahasa daerah terhadap bahasa
Indonesia diantaranya adalah memiliki dampak positif yang meliputi : Bahasa
Indonesia memiliki banyak kosakata, sebagai kekayaan budaya bangsa Indonesia, 
sebagai identitas dan ciri khas dari suatu suku dan daerah serta menimbulkan
keakraban dalam berkomunikasi. Disamping itu juga memiliki dampak negative
yang meliputi:  Bahasa daerah yang satu sulit dipahami oleh daerah lain, warga
negara asing yang ingin belajar bahasa Indonesia menjadi kesulitan karena terlalu
banyak kosakata, masyarakat menjadi kurang paham dalam menggunakan bahasa
Indonesia yang baku karena sudah terbiasa menggunakan bahasa daerah, dapat
menimbulkan kesalahpahaman (Dwiajisapto,2010:4). 
Pada bahasa-bahasa daerah di Indonesia juga terdapat beberapa kata yang
sama dalam tulisan dan pelafalan tetapi memiliki makna yang berbeda, berikut
beberapa contohnya:  Suwek dalam bahasa Sekayu (Sumsel) bermakna tidak
ada,suwek dalam bahasa Jawa bermakna sobek. Kenek dalam bahasa Batak
bermakna kernet (pembantu sopir), kenek dalam bahasa Jawa bermakna kena.
Abang dalam bahasa Batak dan Jakarta bermakna kakak, abang dalam bahasa
Jawa bermakna merah. Mangga dalam bahasa Indonesia bermakna buah mangga
mangga dalam bahasa Sunda bermakna silakan. Maen dalam bahasa Indonesia
bermakna bermain, maen dalam bahasa Batak bermakna gadis. Gedang dalam
bahasa Sunda bermakna papaya, gedang dalam bahasa Jawa bermakna pisang.
Cungur dalam bahasa Sunda bermakna sejenis kikil, cungur dalam bahasa Jawa
bermakna hidung (Dwiajisapto,2010:5).
Orang Indonesia cenderung berkomunikasi dengan cara yang tenang dan
tidak langsung, mereka tidak selalu mengatakan apa yang mereka maksud.
Apalagi orang Jawa, mereka pasti berbicara dengan nada halus oleh karena itu
terserah kepada pendengar dalam menangkap kehalusan komunikasi dengan
memperhatikan bahasa tubuh dan gerak tubuh yang sopan dan diplomatik dalam
pembicaraan (Badudu, J.S,1992:2). Kebanyakan orang  Indonesia melakukan
negoisasi dalam bidang bisnis secara buru-buru, apalagi dengan kata-kata yang
tatabahasanya tidak mendukung dan sering tidak meluangkan waktu untuk
merencanakan segala sesuatu dalam hal yang besar dan detail. Ketepatan waktu
tidak selalu diamati, karena orang Indonesia tidak ingin merasa terburu-buru dan
tidak memiliki arti  mendesak. Sehingga mereka tidak  bisa menggunakan bahasa
dengan literature yang baik dan dalam komunikasi bisnisnya masih bercampur
antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah.
Padahal bahasa Indonesia dan bahasa daerah sangatlah mempengaruhi
kegiatan bisnis dikarenakan apabila orang Indonesia mampu berbahasa dengan
baik dan benar dapat dipastikan bisnisnya akan mengalami kemajuan karena
mereka lancar dalam berkomunikasi dan mampu membedakan kepada siapa kita
berbicara (Chaer, Abdul,1994) . 
Menurut penulis, hal yang cukup berpengaruh dalam rusaknya tata bahasa
Indonesia itu salah satunya adalah teknologi. Teknologi yang memiliki cakupan
luas dipandang dari jumlah penggunanya, memiliki peranan besar dalam
menyampaikan tata bahasa Indonesia yang baik dan benar (silver, 2012:4). Iklan-
iklan di televisi yang dikemas dengan kata-kata asing, bahasa-bahasa gaul dan
bahasa daerah menjadikannya menarik dan mudah diingat oleh konsumennya.
Namun dampak dari hal itu adalah penggunaan kata-kata yang tidak masuk dalam
tata bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari hari. Dengan
demikian penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa daerah sangatlah menentukan
dalam memajukan bisnis. 
2.3   Cara Menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah dengan Baik dan Benar Serta Bermanfaat dalam Kegiatan Bisnis. Menurut Anton M. Moeliono (dalam Majalah Pembinaan Bahasa Indonesia,
1980), berbahasa Indonesia dengan baik dan benar dapat diartikan pemakaian
ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan yang disamping itu mengikuti
kaidah bahasa yang betul. Ungkapan bahasa Indonesia yang baik dan benar,
sebaliknya, mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan
kebaikan dan kebenaran. Salah satu caranya dalam menggunakan bahasa
Indonesia dan bahasa Daerah dengan baik dan benar yaitu kita harus
memperhatikan ejaannya dan cara pengucapannya yang baik dan benar,  tidak
mencampuradukkan antara bahasa Indonesia dan bahasa Daerah, dan kita harus
mampu memilahnya yangmana kita harus tahu dimana saatnya kita berbisnis
menggunakan bahasa daerah atau bahasa Indonesia serta kita juga harus tahu
kepada siapakah kita berbicara( Effendi,S, 1994:7) .
Menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah dengan baik dan benar
memiliki beberapa fungsi diantaranya yaitu fungsi pemersatu kebhinnekaan
rumpun dalam bahasa dengan mengatasi batas-batas kedaerahan, fungsi penanda
kepribadian yang menyatakan identitas bangsa dalam pergaulan dengan bangsa
lain, fungsi pembawa kewibawaan karena berpendidikan dan terpelajar, fungsi
sebagai kerangka acuan tentang tepat tidaknya dan betul tidaknya pemakaian
bahasa, berfungsi untuk melakukan transaksi di bidang bisnis dengan baik,
berfungsi untuk melakukan kerjasama dengan partnernya, serta dapat menarik
konsumen untuk membeli produknya dikarenakan informasi yang didapat
konsumen jelas. Keempat fungsi bahasa yang baik dan benar itu bertalian erat
dengan tiga macam batin penutur bahasa sebagai berikut: fungsinya sebagai
pemersatu dan sebagai penanda kepribadian bangsa membangkitkan kesetiaan
orang terhadap bahasa itu, fungsinya pembawa kewibawaan berkaitan dengan
sikap kebangsaan orang karena mampu beragam bahasa itu; dan fungsi sebagai
kerangka acuan berhubungan dengan kesadaran orang akan adanya aturan yang
baku layak dipatuhi agar ia jangan terkena sanksi sosial (Boyir,2011:1).
Bahasa Daerah sebagai bahasa pengantar pada tingkat permulaan sekolah
dasar di daerah tertentu untuk memperlancar pengajaran bahasa Indonesia dan
atau pelajaran lain. Di daerah tertentu, bahasa daerah boleh dipakai sebagai bahasa
pengantar di dunia pendidikan tingkat sekolah dasar sampai dengan tahun ketiga
(kelas tiga). Setelah itu, harus menggunakan bahasa Indonesia , kecuali daerah-
daerah yang mayoritas masih menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa ibu.
Apalagi kita sudah melakukan kegiatan bisnis dengan dunia luar, maka kita harus
menggunakan bahasa Indonesia dan bahsa daerah dengan benar dan tepat
(Wawan,2012:3).
Seringkali istilah yang ada di dalam bahasa daerah belum muncul di
bahasa indonesia sehingga bahasa indonesia memasukkannya istilah tersebut,
contohnya “gethuk“ {penganan dibuat dari ubi dan sejenisnya yang direbus,
kemudian dicampur gula dan kelapa (ditumbuk bersama)} karena di bahasa
indonesia istilah tersebut belum ada , maka istilah “gethuk“ juga di resmikan di
bahasa indonesia sebagai istilah dari “penganan dibuat dari ubi dan sejenisnya
yang direbus, kemudian dicampur gula dan kelapa (ditumbuk bersama)“.
Sehingga orang yang berbisnis harus menguasai bahasa itu serta mampu
membedakannya, yang mana mereka mampu menempatkan bahasa sesuai dengan
sikonnya (Wawan,2012:3).
 Dalam tatanan pemerintah pada tingkat daerah, bahasa daerah menjadi
penting dalam komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat yang
kebanyakan masih menggunakan bahasa ibu sehingga dari pemerintah harus
menguasai bahasa daerah tersebut yang kemudian bisa dijadikan pelengkap di
dalam penyelenggaraan pemerintah pada tingkat daerah tersebut, terutama dalam
kegiatan bisnis baik dalam negeri maupun luar negeri (Arifin, E. Zaenal dan Farid
Hadi. 1991,:17).
Seorang pembisnis yang mampu menggunakan bahasa Indonesia dan
bahasa daerah dengan baik dan benar disaat melakukan kerjasama dengan rekan
bisnisnya dapat dipastikan bisnisnys akan mengalami kemajuan yang pesat.
Disamping itu rekan bisnisnya juga akan memperoleh banyak manfaat, misalnya
saja proyeknya mengalami keberhasilan, penjualan produknya laris manis dan
banyak para investor luar yang ingin menanamkan investasi diperusahaan
tersebut. 
III. KESIMPULAN
Berdasarkan paparan di atas maka dapat disimpulkan, 
1. Bahasa Indonesia dan bahasa daerah merupakan suatu bentuk komunikasi
masyarakat Indonesia yang tidak dapat dilepaskan dan keduanya memiliki
hubungan yang kuat terutama dalam melakukan kegiatan bisnis. Dan
hubungan timbal balik antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah saling
melengkapi dalam perkembangannya (Wawan,2012:2).
2. Keanekaragaman budaya dan bahasa daerah mempunyai peranan dan
pengaruh terhadap bahasa Indonesia di karenakan masyarakat dalam
berkomunikasi setiap hari lebih cenderung menggunakan bahasa daerah di
bandingkan menggunakan bahasa Indonesia yang baku dan merasa canggung
apabila bahasa Indonesia itu digunakan untuk berkomunikasi dalam
kehidupan sehari-hari. Dan hal itu sangatlah berpengaruh pada kemajuan
bisnis dikarenakan kemajuan bisnis dapat berjalan dengan baik apabila para
pembisnis mampu mengkondisikan dimana dan kepada siapa dia harus
menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa daerah (Dwiajisapto,2010:2).
3. Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar adalah menggunakan bahasa
Indonesia yang memenuhi norma baik dan benar bahasa Indonesia. Norma
yang dimaksud adalah “ketentuan” bahasa Indonesia, misalnya tata bahasa,
ejaan, kalimat, dan ketentuan EYD. Menggunakan bahasa Indonesia dan
bahasa daerah dengan baik dan benar akan membawa keuntungan yang
banyak bagi para pembisnis ( Effendi,S, 1994:7)      
          
DAFTAR PUSTAKA
Anton, M. Moeliono (dalam Majalah Pembinaan Bahasa Indonesia, 1980). (online) pada http://boyir.com/cara menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.html/(diakses pada tanggal 29 April 2012).
Arifin, E. Zaenal dan Farid Hadi. 1991. 1001 Kesalahan Berbahasa. Jakarta:CV Akademika Pressindo.
Badudu, J.S (1992). Cakrawala Bahasa Indonesia II. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Boyir.2011. (online) pada http://boyir.com/bahasa indonesia sosial dan budaya bisnis.html/ (diakses pada tanggal 29 April 2012).
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dwiajisapto.2010. (online) pada http://dwiajasapto.com/pengaruh-bahasa-daerah- dan-bahasa-asing.html/ (diakses pada tanggal 29 April 2012).
Effendi,S. 1994. Panduan Berbahasa Indonesia dengan Baik dan Benar. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.
Silver, edo. 2012. Bahasa Indonesia, Nasibmu Kini. (online) pada http://artikelbahasa indonesia.com (diakses pada tanggal 29 April 2012).
Wahyudi.2011. (online) pada http://giewahyudi.com/bahasa-indonesia-blogger- indonesia-dan-asean-blogger/( diakses pada tanggal 29 April 2012).
Wawan.2011. (online) pada http://wawan.com/hubungan fungsi bahasa daerah dengan bahasa -indonesia-blogger-indonesia-dan-asean-blogger/ (diakses pada tanggal 29 April 2012).
http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia/ (diakses pada tanggal 29 April 2012).